Jumat, 26 Agustus 2016

FUNGSI ILMU BALAGHAH


  1. Fungsi Interpretatif
Fungsi interpretatif adalah penggunaan ilmu Balaghah dalam menjelaskan dan menerangkan maksud-maksud ayat al-Qur’an. Peranan fungsi ini sangat dominan dalam upaya pengkajian makna-makna teks al-Qur’an,
sebagaimana yang dilakukan oleh Abu ‘Ubaidah dalam kasus ketidakpahaman Ibrahim bin Ismail tentang maksud Uslub Tasybih dalam ayat 65 surat al-Shaffat:
(طلعها كأنه رءوس الشياطين)
Penggunaan Uslub Tasybih dalam menggambarkan makanan penduduk neraka berupa syajarat al-zaqqum dalam ayat di atas menimbulkan kesulitan dan kerancuan dalam pemahaman bagi setiap orang yang tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang uslub tersebut. Untuk menguraikan interpretasi klausa dalam ayat tersebut sangat dibutuhkan pemahaman yang mendalam tentang ilmu Balaghah. Unsur tasybih dalam klausa ayat tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Dhamir ه yang melekat pada kata كأنه merupakan kata ganti untuk kata طلع, yang berposisi sebagai musyabbah. Lafal كأن merupakan adat at-tasybih, dan kata رءوس الشياطين” sebagai musyabbah bih. Sedangkan wajah syabh tidak disebutkan secara eksplisit.
2.      Fungsi Argumentatif

Fungsi argumentif ilmu Balaghah adalah suatu fungsi yang dilekatkan bagi ilmu ini dalam upaya memperkuat atau menolak pendapat yang sudah ada tentang al-Qur’an berdasarkan bukti-bukti tertentu. Yaitu pandangan orang yang masih meragukan otentisitas dan keberadaan kitab suci al-Qur’an yang benar-benar datang dari sisi Allah SWT, bahkan cenderung menuduh bahwa kitab tersebut merupakan gubahan tangan Nabi Muhammad SAW. Bagi orang yang memiliki pengetahuan yang mendalam tentang ilmu Balaghah pasti akan menemukan nilai-nilai sastra yang sangat tinggi yang jauh melebihi kemampuan manusia untuk menggubah dan membuat yang mirip dengannya. Oleh karenanya pengetahuannya tentang ilmu Balaghah tersebut dapat menjadi argument yang mendukung ke-I’jaz-an al-Qur’an yang menunjukkan otentisitas kitab tersebut. Pengetahuan tentang Balaghah itu sekaligus membantah tuduhan dan pandangan orang yang menyangsikan otentisitas al-Qur’an selaku kitab suci yang benar-benar bersumber dari sisi Allah SWT, bukan hasil goresan tangan manusia apalagi seperti sosok Nabi Muhammad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar